A. Pajak Internasional
Pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang
terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasioal maupun kaedah yang
berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh
Negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat
ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai
objeknya.
Secara umum, ketentuan pajak internasional
suatu negara meliputi 2 (dua) dimensi luas yaitu :
1. Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN)
atas penghasilan dari luar negeri, dan
2. Pemajakan terhadap wajib pajak luar negri (WPLN) atas
penghasilan dari dalam negeri (domestik).
Dimensi pertama merujuk pada permajakan atas
penghasilan luar negeri atau transaksi (ke) luar batas negara (outward,
outbound transaction) karena umumnya melibatkan eksportasi modal ke manca
negara sedangkan dimensi kedua menunjuk pada pemajakan ataspenghasilan domestik
atau transaksi (ke) dalam batas negara (inward, inbound transaction) karena
umumnya melibatkan importasi modal dari manca negara. Dalam aplikasinya
pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan oleh negara domisili (residence
country), sedangkan pemajakan penghasilan domestik dilakukan oleh negara sumber
(source country).
B. Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Kebijakan perpajakan internasional mempunyai tujuan
yang ingin dicapai yaitu memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju
investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak
yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk
meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaran pajak berganda
internasional.
Untuk mengurangi resiko kemungkinan pengenaan pajak
berganda sebagai akibat timbulnya konflik tersebut, maka ada beberapa metode
yang biasa dilakukan, di antaranya :
a. Metode perjanjian pengenaan
pajak berganda internasional, yang antara lain dapat dilakukan dengan :
1. Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian
yang dilakukan oleh beberapa Negara dalam suatu perjanjian;
2. Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang
menyangkut dua Negara
b. Metode unilateral atau sepihak
Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melauli
yurisdiksi nasionalnya, yakni dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang
kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda kedalam yurisdiksi
nasionalnya, misalnya Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan tentang kredit
pajak luar negeri. Tata cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua,
yaitu :
1. Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri
dikreditkan sebesar jumlah yang dibayarkan di luar negeri; dan
2. Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak
yang dibayar di luar negeri menurut jumlah yang paling rendah antara yang
dibayar di luar negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di
Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.
c. Metode Pembebasan
Metode ini adalah dengan cara memberikan kebebasan
terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua
cara pembebasan yang dapat ditempuh, yaitu :
1. Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari
Negara sumber tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak Negara domisili. Metode
ini juga sering disebut dengan pembebasan penuh atau full exemption;
2. Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi
menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan, baik dari dalam negeri
atau dari luar negeri, atau disebut juga pembebasan dengan progresi atau
exemption with progression
C.
Prinsip-prinsip yang
harus dipahami dalam perpajakan internasional
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netraliats yang
harus dipenuhi dalam kebijakan pemajakan internasional :
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik)
Kemanapun kita
berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada
bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai
bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung
pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur
kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar
Internasional)
Darimanapun investasi
berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri
atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di
suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak
Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah
Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang
melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality
Setiap negara,
mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar
negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang
laba.
Sumber :
http://sophiaririnkali.blogspot.com/2013/05/konsep-dasar-pajak-internasional.html
http://sophiaririnkali.blogspot.com/2013/05/konsep-dasar-pajak-internasional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar