1. Pengertian Hukum Perjanjian
Hukum
merupakan peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan
untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah
terjadinya kekacauan. Sedangkan, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian merupakan suatu yang bersifat kongkrit
dan perikatan merupakan suatu yang sifatnya abstrak. Dikatakan demikian karena
kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu perikatan sedangkan perjanjian
dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun didengar perkataan
perkataannya yang berupa janji.
Jadi hukum
perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu pihak yang
mengikatkan dirinya kepada pihak lain atau dapat juga dikatakan hukum
perjanjian adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji
kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini,kedua belah pihak
telah menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia tanpa adanya paksaan
maupun keputusan yang hanya bersifat sebelah pihak.
2. Macam-Macam Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan
menurut berbagai cara. Dalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata perjanjian memiliki
14 jenis, diantaranya yaitu :
a.
Perjanjian Timbal Balik
Adalah perjanjian yang
menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
b.
Perjanjian Cuma-Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUH Perdata,
suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan
mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
c.
Perjanjian Atas Beban
Adalah perjanjian dimana terhadap
prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain,
dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
d.
Perjanjian Bernama
(Benoemd)
Adalah perjanjian yang sudah
mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur
dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling
banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai
dengan Bab XVIII KUH Perdata.
e.
Perjanjian tidak
bernama (Onboemde Overeenkomst)
Adalah perjanjian-perjanjian yang
tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah
perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan
pihak- pihak yang mengadakannya.
f.
Perjanjian Kebendaan
Adalah perjanjian dengan mana
seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang
membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut
kepada pihak lain (levering, transfer).
g.
Perjanjian Obligator
Adalah perjanjian yang
menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
h.
Perjanjian Konsensual
Adalah perjanjian dimana antara
kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan
perjanjian. Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan
mengikat (Pasal 1338).
i.
Perjanjian Riil
Adalah suatu perjanjian yang
terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan
hak.
j.
Perjanjian Liberatoir
Adalah perjanjian dimana para
pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438 KUH Perdata).
k. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomts)
Adalah suatu perjanjian dimana
para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara mereka.
l. Perjanjian Untung-untungan
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata,
yang dimaksud dengan perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara
pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.
m. Perjanjian Publik
Adalah suatu perjanjian yang
sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak
yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya
terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam
kedudukan yang sama (co-ordinated).
n. Perjanjian Campuran
Adalah suatu perjanjian yang
mengandung berbagai unsure perjanjian di dalamnya.
3.
Syarat Sah Perjanjian
Untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat menurut pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama dinamakan
syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang
mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat
obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyeknya dari perbuatan
hukum yang dilakukan.
Dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian yaitu :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang
ditetapkan oleh Undang-Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa
Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
seorang perempuan yang bersuami untuk mengadakan suatu perjanjian memerlukan
bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata).
4.
Hukum perjanjian terbentuk dengan beberapa
asas-asas perjanjian
a. Asas Itikad Baik
Adalah
hukum perjanjian tersebut dibentuk dengan suatu tujuan dapat memberikan manfaat
bagi kedua belah pihak. Yang diharapkan disini adalah kedua belah pihak
memberikan seluruh kemampuan,usaha dan prestasi mereka sesuai dengan yang
tertera di dalam surat perjanjian.
b. Asas Konsensualitas
Adalah
perjanjian tersebut sudah dinyatakan sah oleh kedua belah pihak dan bukan
merupakan suatu perjanjian yang bersifat formalitas belaka.
c. Perjanjian Berlaku sebagai Undang-undang
Adalah
perjanjian yang telah dibuat dan sudah disahkan dianggap sebagai acuan yang
mengikat kedua belah pihak untuk bertindak sesuai isi perjanjian.
d. Asas Kepribadian
Adalah
perjanjian tersebut dibuat hanya mengaitkan kedua belah pihak saja dan tidak
ada pihak ketiga yang dirugikan akibat perjanjian tersebut.
e. Kebebasan Berkontrak
Menyangkut kebebasan
untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, kebebasan untuk
memilih dengan siapa akan melakukan perjanjian, Kebebasan untuk
menetukan obyek perjanjian, Kebebasan untuk menentukan bentuk
perjanjian.
Apabila
azas-azas diatas telah terpenuhi, maka hukum perjanjian dapat dilaksanakan
dengan membuat surat perjanjian yang melampirkan identitas kedua belah pihak
dan obyek perjanjian,dan tidak lupa dilengkapi dengan materai. Apabila obyek
perjanjian menyangkut masalah seperti warisan atau jual beli tanah, maka
pengesahannya dilakukan dengan melibatkan notaries.
5.
Pembatalan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu
pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang
dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
a. Adanya suatu
pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang
ditentukan atau tidak dapat diperbaiki
b. Pihak pertama
melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial
tidak dapat memenuhi kewajibannya
c. Terkait
resolusi atau perintah pengadilan
d. Terlibat hukum
e. Tidak lagi
memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Sumber :
http://siti-syahibah.blogspot.com/2013/04/bab-5-hukum-perjanjian.html
http://srirahayu-myblog.blogspot.com/2013/06/hukum-perjanjian.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/macam-macam-perjanjian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar